Abu Salafy
Hati-Hati Darmogandul
Kitab kristenasasi berkedok ajaran kebatinan / kejawen
by Abu salafy
DISAMPING banyak berisi penghinaan melalui pemaknaan istilah Islam
dengan ungkapan-ungkapan jorok, ternyata Darmagandul juga berisi banyak
kisah-kisah yang bersumber dari Bible. Lebih dari itu, ungkapan-ungkapan
di dalamnya berisi ajakan untuk meninggalkan ajaran Islam dengan
memeluk ajaran Kristen.
Di sisi lain, Darmagandul sendiri banyak memiliki cacat ilmiah. Baik
itu karena ada kesalahan dalam data sejarah, kontroversi mengenai
identitas penulisnya atau karena karya lain yang menjadi rujukan dalam
penulisannya sendiri amat bermasalah.
Namun anehnya, ada pihak-pihak yang masih menjadikan Darmagandul
sebagai sumber sejarah dan diperlakukan sebagaimana layaknya sebuah
karya ilmiah. Nah, bagaimana pemaparan selengkapnya?
Tulisan ini lanjutan dari tulisan sebelumnya berjudul: “Otak-Atik Gathuk” Serat Darmagandul [1]
***
Dalam Darmagandul, wali diartikan sebagai walikan (kebalikan).
Artinya, para ulama Walisongo telah diberi kebaikan namun kemudian
membalas dengan keburukan.
“Punika sadat sarengat, tegese sarengat niki, yen sare wadine
njengat, tarekat taren kang estri, hakekat nunggil kapti, kedah rujuk
estri kakung, makripat ngretos wikan, sarak sarat laki rabi, ngaben ala
kaidenna yayah rina.”
Artinya, ”Lapal semacam itu adalah dinamakan syahadat Syari’at.
Sarengat artinya, kalau sare (tidur) kemaluannya jengat (berdiri). Ada
perkataan lain yang selalu dihubungkan dengan sarengat, yaitu tarekat,
hakekat, dan ma’ripat. Tarekat artinya taren (bertanya, minta setubuh)
kepada isteri, hakekat artinya: bersama selesai, lelaki dan wanita harus
rukun (solider), ma’ripat artinya: mengerti, yakni mengetahui sarat
pernikahan, dan dilakukan di waktu siang juga boleh.”
Demikianlah Serat Darmagandul berbicara mengenai beberapa istilah
Islam dan memlesetkannya menjadi ungkapan-ungkapan jorok yang sama
sekali jauh dari arti yang sesungguhnya. Hal ini ditunjukkan oleh Prof.
H.M. Rasjidi dalam buku “Islam dan Kebatinan”.
Ungkapan uthak-athik gathuk yaitu usaha menghubung-hubungkan sejumlah
istilah yang sebenarnya tidak memiliki hubungan dengan permainan
kata-kata agar sesuai dengan kepentingan yang menjadi misinya yang
merendahkan Islam banyak dijumpai di Serat Darmagandul. Disamping
berbicara mengenai syari`at, tarekat, hakikat atau ma`rifat, ia juga
berbicara mengenai Al-Qur`an beserta para rasul.
Al-Qur`an sendiri “ditafsirkan” secara serampangan dengan plesetan.
Misalnya, dalam penafsiran Surat Al Baqarah, penulis Darmagandul
mengungkapnkan sebagai berikut:
“Tetep ing alame lama, kasebut Dalil Kurani, alip lam mim, dallikale
kitabul rahepa pami, lara hudan lilmuttakin, waladina tegesipun, alip
punika sastra, urip boten kenging pati, lami-lami mung ngangge alame
lama. Alame lam mim dallikal, yen turu nyengkal ing wadi, tegesipun
kitabulla,natab mlebu ala wadi,tegese rahabapi, rahaba kang nganggo
sampur, hudan lil muttakiina, yen wus wuda jalu estri, den mutena wadi
ala jroning ala.”Artinya, ”Tersebut dalam Al-Qur`an: Alif Lam Mim, dzalikal kitabu la raiba fihi, hudan lilmuttaqien, alladzina …artinya: (menurut Damogandul) Dzalikal, jika tidur kemaluannya nyengkal (berdiri) kitabu la; kemaluan lelaki masuk di kemaluan perempuan dengan tergesa-gesa; raiba fihi perempuan yang pakai kain; hudan; telanjang (bahasa Jawa: wuda) Lil muttaqien; sesudah telanjang kemaluan lelaki termuat dalam kemaluan wanita …
“
Utak-atik kata dari istilah-istilah, yang bertujuan merendahkan Islam dan para utusan Allah bisa juga ditemui di bagian lain dari Darmagandul:
“Niku agami muchammad, saminipun agamine Nuh Nabi, nuh neh remeh
kawruhipun, niku nabine bocah, remen rumat abang kuning nedi tuwuk, …”
Artinya, “Itu agama Muhammad, sama dengan agama Nabi Nuh, Nuh adalah
remeh pengetahuannya, itu nabinya untuk anak-anak (kekanak-kanakan),
suka menyimpan merah kuning (maksudnya: sifat tercela) dan makan kenyang
…”
Walhasil, cara pembahasan yang digunakan dalam Darmagandul tidak
memiliki patokan metodologi yang jelas dan hanya menyandarkan pada
teknik otak-atik gathuk. Dari upaya-upaya yang didukung dengan teknis
yang tidak elegan ini, secara jelas telah menunjukkan bahwa Serat
Darmagandul memang sekedar ditulis untuk sebuah “permainan” dalam artian
perbuatan yang tidak bertanggungjawab. Oleh karena itu, seharusnya
sukar menjadi referensi kepustakaan yang bersifat ilmiah, apalagi
menjadi sebuah ajaran.
Ada Bible di Darmagandul
Marginalisasi ajaran Islam dilakukan penulis Darmagandul dengan
menyatakan bahwa hukum dalam Al-Qur`an sudah tidak berlaku dan sebagai
gantinya adalah hukum Kristen.
“Panjenengan Nabi Dawud, putranira kang tuwa, Abe Salam ingkang nami,
mungsuh bapa anggege keprabonira. Dawud kengser saking praja, Abe Salam
kang gumanti, sawise antara warsa, Nabi Dawud sarta dasih, wangsul
amukul nagri, Sang Abe Salam lumayu, angungsi wana-wana, ginawa mbandang
turanggi, pan kecantol tenggaknja oyoding wreksa. Kudane mberung
lumajar, Abe Salam iku kari, tenggaknya ketjantol lata, gumatung wreksa
ngemasi, iku kukume Widi, yen wong mungsuh bapa ratu…”
Itulah sepenggal kisah dari Serat Darmagandul yang mengisahkan
tentang perebutan kekuasaan antara Nabi Dawud dan Absalom, puteranya.
Demikian terjemahnya lengkapnya, “Putra Nabi dawud yang tua bernama
Absalom, melawan ayahnya untuk merebut tahta. Dawud terusir dari istana
dan Absalom menggantikannya sebagai raja. Setelah beberapa tahun Dawud
kemudian menyerang Absalom dan berhasil merebut negerinya. Absalom
melarikan diri dengan mengendarai kuda. Kudanya terus berlari kencang
meskipun kepala Absalom menyangkut di dahan pohon, itulah hukum Tuhan,
jika anak bermusuhan dengan ayahnya yang seorang raja…”
Kisah kedurhakaan putra Dawud di atas tarnyata hanya dapat dijumpai
dari kitab II Samuel pasal 15 hingga 18. Kisah lain adalah cerita
Darmagandul bahwa Nabi Dawud menghendaki (berzina) dengan Batsyeba,
istri bawahannya yang bernama Uria. Dawud kemudian membuat muslihat agar
Uria maju ke barisan terdepan medan pertempuran. Harapannya, Uria akan
terbunuh dalam peperangan dan Batsyeba dapat diperistri oleh Dawud.
Sumber cerita ini dapat ditelusur berasal dari II Samuel pasal 11 dan
12.
Penyisipan isi Bible ke dalam Darmagandul disamping menggunakan
ungkapan yang amat gamblang seperti kasus di atas, terkadang juga
menggunakan simbol-simbol. Sebagai contoh, adalah penggunaan ungkapan
wit kawruh (pohon pengetahuan), wit kuldi (pohon Kuldi), dan wit budi
(pohon budi). Wit kawruh digunakan sebagai simbol untuk mendeskripsikan
Agama Nashrani, wit kuldi merupakan simbolisasi Agama Islam, dan wit
Budi merepresentasikan “agama asli Jawa” yang oleh Darmagandul
disebutkan sebagai Agama Budha. Hal ini dapat dilihat dalam contoh
sebagai berikut:
“Lamun seneng neda woh wit budi, mituruta babon, Buda-Budi karan
agamane, anyebuta Dewa Batara Di, Lamun seneng bukti, woh wit kajeng
kawruh, Anyebuta asmane Jeng Nabi Isa kang kinaot, mituruta Gusti
agamane, lamun seneng neda woh wit kuldi, njebuta Jeng Nabi Muhammad
Rasulun.”
Artinya, “Jika suka memakan buah Pohon Budi, maka ikutilah induk,
Agama Buda-Budi, Sebutlah nama Dewa Batara Di. Jika suka bukti, makanlah
buah Pohon Pengetahuan, Sebutlah nama Nabi Isa yang termuat, turutilah
Agamanya. Jika suka memakan buah Pohon Kuldi maka sebutlah nama Nabi
Muhammad.”
Dari kutipan di atas telah cukup dimengerti bahwa istilah-istilah
tersebut mewakili sebuah makna secara khusus. Ide penggunaan simbolisasi
agama dengan meminjam nama “jenis pohon” dapat dilacak sumbernya
sebagai berikut:
“Darmogandul matur, nyuwun diterangake bab enggone Nabi Adam lan Babu
Kawa pada kesiku dening Pangeran, sabab saka enggone padha dhahar wohe
kayu kawruh kang ditandur ana satengahing taman firdaus. Ana maneh kitab
kang nerangake kang didhahar Nabi Adan lan Babu Kawa iku woh Kuldi,
kang ditandur ana ing swarga. Mula nyuwun diterangake, yen ing kitab
Jawa diceritaake kepriye, kang nyebutake kok mung kitab Arab lan kitabe
wong Srani.”
Artinya, “Darmagandul berbicara, minta diterangkan bab cerita Nabi
Adam dan Hawa yang dihukum oleh Pangeran, sebab telah memakan buah pohon
pengetahuan yang ditanam di tengah taman firdaus. Ada lagi yang
menerangkan bahwa yang dimakan Nabi Adam dan Hawa itu buah Kuldi, yang
ditanam di Surga. Maka minta diterangkan, jika dalam kitab Jawa
diceritakan bagaimana, yang menyebutkan mengapa hanya kitab Arab dan
kitab Agama Nashrani.”
Ternyata, ide penggunaan istilah “wit kawruh” rupanya diperoleh
pengarang Darmagandul dari kitab Suci Kristen. Hal ini dapat dilihat
dalam Kejadian 2:16-17 sebagai berikut: “Lalu TUHAN Allah memberi
perintah ini kepada manusia: “Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan
buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan
yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau
memakannya, pastilah engkau mati.”
Jika demikian faktanya, pengarang Serat Darmagandul bisa dipastikan
merupakan penganut Kristen yang telah bersentuhan dengan sejumlah cerita
Perjanjian Lama. Ide-ide dari kitab tersebut lantas diolah sehingga
menghasilkan jalinan cerita dalam Serat Darmagandul. Tidak mengherankan
jika kitab berbahasa Jawa berbau pornografi ini kental dengan kisah yang
bersumber dari Perjanjian Lama.
Kedekatan Serat Darmagandul dengan Kekristenan ini diakui oleh
sejumlah penulis dan akademisi. G. W. J. Drewes, orientalis Belanda,
dalam tulisannya “The Struggle Between Javanism and Islam as Illustrated
by Serat Dermagandul” di Jurnal BKI mengungkapkan bahwa buku ini
menghadirkan term-term yang menunjukkan adanya pembahasan tentang ajaran
Kristen di dalamnya. Philip Van Akkeren, orientalis Belanda lainnya,
bahkan berspekulasi bahwa Darmagandul merupakan karya dari seorang
Kristen bernama Ngabdullah Tunggul Wulung atau dikenal dengan nama
baptis Ibrahim Tunggul Wulung. Ngabdullah merupakan sosok yang intens
bersentuhan dengan sejumlah pendeta Kristen Belanda. Teori ini memang
mampu menjelaskan keberadaan anasir Kristen dalam Serat Darmagandul.
Namun ketidakjelasan argumentasi Van Akkeren dan ketidaksesuaian dengan
sejumlah fakta, justru menguatkan bahwa teori ini lemah dan dapat
dibantah.
Belakangan, teori Van Akkeren ini nampaknya mendapat dukungan.
Bambang Noorsena, tokoh Kristen Orthodoks Syria (KOS), dalam bukunya “
Menyongsong Sang Ratu Adil: Perjumpaan Iman Kristen dan Kejawen”, senada
dengan Van Akkeren menganggap bahwa Tunggul Wulung dimungkinkan
merupakan pengarang serat tersebut.
Kristenisasi
Pengarang Serat Darmagandul sejak awal beritikad menampilkan bahwa
agama Nashrani lebih unggul dibandingkan agama-agama lainnya. Motif ini
dapat ditelisik, dimana Islam senantiasa ditampilkan dalam image
negatif. Ajaran Kristen sendiri ditempatkan secara positif dalam
gambaran sebagai berikut:
“… Kang diarani agama Srani iku tegese sranane ngabekti, temen-temen
ngabekti mrang Pangeran, ora nganggo nembah brahala, mung nembah marang
Allah, mula sebutane Gusti Kanjeng Nabi Isa iku Putrane Allah, awit
Allah kang mujudake, …”
Artinya,”… Yang disebut agama Nashrani adalah sarana berbakti,
benar-benar berbakti kepada Tuhan tanpa menyembah berhala, hanya
menyembah Allah, maka sebutannya Gusti Kanjeng Nabi Isa itu Putra Allah,
sebab Allah yang mewujudkan.”
Selain itu Serat Darmagandul juga mencoba mengetengahkan upaya
marginalisasi ajaran Islam dengan menyatakan bahwa hukum dalam Al-Qur`an
sudah tidak berlaku dan sebagai gantinya adalah hukum Kristen. Simak
ungkapan berikut:
”Kitab ‘Arab djaman wektu niki, sampun mboten kanggo, resah sija adil
lan kukume, ingkang kangge mutusi prakawis, kitabe Djeng Nabi, Isa
Rahullahu.”
Artinya, “Kitab Arab pada jaman ini sudah tidak terpakai sebab
hukumnya meresahkan dan tidak adil. Yang digunakan untuk memutuskan
perkara adalah kitab Nabi Isa Rahullah.”
Adapun puncak dari seluruh motif dan kepentingan dalam penulisan buku
Darmagandul digambarkan dalam suara kutukan roh Prabu Brawijaya
terhadap Raden Patah sebagai berikut :
“…eling-elingen ing besuk, yen wis ana agama kawruh, ing tembe bakal
tak wales, tak ajar weruh ing nalar bener lan luput, pranatane mengku
praja, mangan babi kaya dek jaman Majapahit.”
Artinya, “Ingat-ingatlah besok, jika ada agama pengetahuan, maka akan
kubalas, akan kuajari pengetahuan yang benar dan salah, peraturan tata
negara, memakan babi seperti jaman Majapahit.”
Puncaknya, Serat Darmagandul ingin mengatakan bahwa Islam akan kalah
oleh agama kawruh, dalam hal ini sebangun dengan pohon pengetahuan yang
maksudnya adalah Kristen. Serat Darmagandul seolah-olah sedang
memberikan ramalan masa depan bahwa Islam di Jawa akan ditundukkan oleh
Kristen yang dianggap akan mengajar benar dan salah serta menghalalkan
babi. Maka telah jelas bahwa penulisan Darmagandul sejak awal
dimaksudkan guna kepentingan misi penginjilan, bukan kitab bagi kalangan
kebatinan. */Susiyanto, SAHID
disarikan dari :
http://salafytobat.wordpress.com/2011/10/05/kitab-darmogadul-kitab-kristenasasi-berkedok-ajaran-kebatinan-kejawen/
Ustd.Abi Zahid
PADEPOKAN SANTRI KYAI JAMAS
"Lare Ngreco" the new generation of traditional islamic scholl
Tidak ada komentar:
Posting Komentar