Bener, Pener lan Mulyo ( Dialog dengan Mbah Kasmo )
Malam
itu, aku sedang duduk di bangku belakang rumah pak Mudjani bersama
dengan mbah Kasmo. Pak Mudjani sendiri sedang sibuk membuatkan wedang
kopi dan nggodog telo rambak di dapur rumahnya. Sungguh, aku ndak tega
melihat sang Tuan rumah yang sejatinya orang mulia harus repot
menjerang air dan memasak ubi rambat sendirian. Pak Mudjani sendiri
juga tidak berkenan merepotkan istrinya yang malam itu sudah tidur.
Jadi semuanya di kerjakannya sendiri. Dan ketika aku ingin membantu
beliau, di tolaknya dengan halus, dan beliau berharap aku bisa menemani
mbah Kasmo dan mendengar ujaran-ujaran yang akan di sampaikan mbah
Kasmo.
Dengan hati yang setengah ndak enak, akupun
menuruti kehendak beliau. Kutemani mbah Kasmo yang sudah lebih dahulu
duduk di bangku belakang rumah pak Mudjani. Sambil melinting rokok
klobotnya, Mbah Kasmo memulai pembicaraan.
" Hatiku trenyuh ngger melihat keadaan sekarang " kata mbah Kasmo.
" kenapa mbah " tanyaku.
"..ehhmm...ilmuNya
sekarang ini di jual murah dan dijajakan menurut selera hawa nafsu
masing-masing dari si penjaja itu. Dan parahnya apa yang disampaikan
adalah hasil dengar pendapat dan hasil baca dari buku bukan hasil dari
laku....hehehehehe.."
Mbah Kasmo mengatakan hal itu
sambil ketawa, namun kulihat airmata nya bercucuran. Aneh sekali !.
Bagaimana mbah Kasmo bisa tertawa namun sekaligus airmatanya
bercucuran. Aku tak berani menanyakan hal itu pada beliau. Aku lebih
memilih diam dan menanti beliau berbicara kembali. Namun lama ku
tunggu, beliau hanya terdiam sambil sesekali meyedot rokok klobotnya.
Suasana menjadi hening.
Sampai akhirnya pak Mudjani
datang membawa nampan berisi ketela rambak rebus dan tiga cangkir kopi.
Suasana kembali mencair saat pak Mudjani mempersilahkan untuk menikmati
kopi dan ketela rambak rebus.
" monggo mbah...di nikmati heheheheh....ayo ngger di makan ketelanya dan di minum kopinya " ,kata pak Mudjani.
Tanpa
basa-basi mbah Kasmo pun mengambil ketela rambak yang masih panas itu
dan memakannya seolah ketela rambak rebus itu sudah dingin.
Setelah
memakan ketela rambak rebus itu mbah Kasmo menyeruput kopi. Namun
setelahnya mbah Kasmo tetap diam sambil nyedot rokok klobotnya. Aku
menjadi serba kikuk dalam kondisi seperti itu.
" Begini ngger..." Pak Mudjani memulai pembicaraan.
"
Pada zaman ini orang banyak yang malas untuk belajar. Mereka lebih suka
belajar menurut yang mereka mau. mereka malas mendatangi guru. Maunya
mereka bisa cepat dapat ilmu tanpa haus bersusah payah. Bukan kah ilmu
itu menjadi mulia dengan mendatanginya ? Bukankah dengan bimbingan
seorang guru mereka akan mengetahui mana yang benar dan mana yang salah
? bukankah dengan arahan seorang guru, mereka dapat berbuat secara pener ( tepat ) dalam kancah dunia ini ? " pak Mudjani menjelaskan dengan memberi pancingan pertanyaan.
Lalu mbah Kasmo pun memberikan penjelasannya.
"
Banyak orang yang mengajarkan tentang jalan menujuNya secara
serampangan. Mereka hanya mengandalkan ilmu yang pas-pasan dan malah
hanya hasil dari mendengar dan baca buku belaka. Mereka tidak tahu mana
yang benar mana yang hanya merupakan hasil ijtihad hawa nafsunya. Mereka tidak dapat membedakan mana Nur mana api. Mereka merasa bahwa meraka sudah benar. Pada akhirnya mereka tidak dapat pener, karena mereka mengajarkannya berdasarkan apa yang saat itu mereka alami. Mereka tidak memahami maqomat-maqomat
pengajaran. Mereka tidak dapat membedakan diantara orang-orang yang
diajar harus di tempatkan sesuai dengan kedudukan masing-masing. Mereka
samaratakan semua. Sehingga banyak yang kebingungan. Mereka hanya
menjual cerita-cerita yang sedikit menakjubkan agar orang yang diajar
semakin kagum dan terpukau dengan dirinya. Mereka terpukau dengan
dirinya sendiri yang mampu menjelaskan berbagai bahasa yang rumit
padahal sejatinya mereka belum sampai pada kebenaran laku selain hanya
dari hasil kerasnya berpikir. " demikian uraian mbah Kasmo.
" Lalu bagaimana hal yang demikian itu mampu membawa pada kemuliaan
ilmu ? Ilmu mereka palsu, ucapan mereka palsu, perbuatan mereka palsu
karena di landasi harapan dan pamrih pribadi. Mereka hanya akan
mencapai kemuliaan palsu. " ujar mbah Kasmo melanjutkan penjelasannya.
"
Ingatlah ngger....Ilmu itu di capai dengan susah payah perjuangan dan
mujahadah yang keras. Kebenaran suatu ilmu itu akan dirasakan dengan
dengan pengenalan akan diri. Dengan begitu mereka akan berbuat benar
secara pener ( tepat ) tanpa melukai orang lain dan merendahkan orang lain. an pada akhirnya kita akan merasakan bahwasanya ilmu itu memuliakan harkat dan martabat kemanusiaan dan kehidupan. " Mbah Kasmo mengakhiri penjelasannya di amini oleh anggukan pak Mudjani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar