Senin, 14 Januari 2013

Muhammad SAW:Keagungan Dalam Kesederhanaan !

Pada hari wafatnya,harta yang tertinggal dikediaman beliau hanyalah beberapa keping uang,sebagian digunakan untuk melunasi hutang dan sisanya di gunakan untuk orang-orang susah yang datang kerumahnya yang sangat  sederhana pula  untuk mendapatkan derma .Pakaian yang di kenakan beliau itu di penuhi dengan tambalan .Rumah yang telah memancarkan cahaya keseluruh dunia sering kali gelap,karena memang tidak ada minyak yang tersisa untuk menyulut lampunya.

Lingkungan terus berubah,tetapi  tidak demikian dengan Rasul Islam itu.Dalam kemenangan dan kekalahan ,atau di kala berkuasa dan kesengsaraan ,di dalam kemakmuran maupun kemiskinan ,beliau tetap tegar dalam berbagai penampilan kepribadiannya yang kokoh.Seperti telah ditentukan Tuhan.Rasul Islam itu tetap tidak tergoyahkan oleh apapun.Muhammad yang agung,tujuannya yang agung,sarananya yang sederhana ,dengan hasilnya sangat mengejutkan.Itulah kejeniusan manusia,siapa yang berani membandingkan orang besar manapun    di  abad modern  ini dengan  Muhammad SAW ?

Orang-orang yang yang paling masyhur hanya mampu menciptakan tentara,hukum dan kerajaan.Mereka mendirikan segala-galanya tidak lebih dari keuatan material belaka,yang kerap kali justeru hancur binasa  bersamanya ,ataupun hancur binasa di depan mata kepalanya sendiri.Sedangkan Muhammad tidak hanya menggerakakan tentara,hukum dan kerajaan ,rakyat dan dinasti,

bahkan lebih dari itu semua ,berjuta-juta manusia yang menggetarkan altar-altar,agama-agama,gagasan-gagasan  dan keyakinan jiwa manusia .Nabi Muhammad SAW dengan berpedoman  pada suatu Kitab Suci  Al-Qur’an,dimana setiap hurufnya telah menjadi hukum,beliau menciptakan suatu negara spiritual yang memadukan keberagaman bahasa dan ras-ras menjadi satu kesatuan yang utuh  dan padu.Memang beliau di utus untuk memperbaiki akhlaq umat manusia,karenanya Rasul Islam itu memberi contoh yang sempurna kepada manusia secara keseluruhan.

Kalau ada pakaian yang koyak, Rasulullah menambalnya sendiri tanpa perlu menyuruh isterinya. Beliau juga memerah susu kambing untuk keperluan keluarga maupun untuk dijual.

Setiap kali pulang ke rumah, bila dilihat tiada makanan yang sudah siap di masak untuk dimakan, sambil tersenyum baginda menyingsing lengan bajunya untuk membantu isterinya di dapur.

Sayidatina ‘Aisyah menceritakan: ”Kalau Nabi berada di rumah, beliau selalu membantu urusan rumahtangga.

Jika mendengar azan, beliau cepat-cepat berangkat ke masjid, dan cepat-cepat pulang kembali sesudah selesai sembahyang.”

Pernah baginda pulang pada waktu pagi. Tentulah baginda amat lapar waktu itu. Tetapi dilihatnya tiada apa pun yang ada untuk sarapan. Yang mentah pun tidak ada karena Sayidatina ‘Aisyah belum ke pasar. Maka Nabi bertanya,

“Belum ada sarapan ya Khumaira?” (Khumaira adalah panggilan mesra untuk Sayidatina ‘Aisyah yang berarti ‘Wahai yang kemerah-merahan’)

Aisyah menjawab dengan agak serba salah, “Belum ada apa-apa wahai Rasulullah.” Rasulullah lantas berkata,
”Kalau begitu aku puasa saja hari ini.” tanpa sedikit tergambar rasa kesal di wajahnya.

Pernah baginda bersabda, “sebaik-baik lelaki adalah yang paling baik dan lemah lembut terhadap isterinya.”

Prihatin, sabar dan tawadhuknya baginda sebagai kepala keluarga.

Pada suatu ketika baginda menjadi imam solat. Dilihat oleh para sahabat, pergerakan baginda antara satu rukun ke satu rukun yang lain amat sukar sekali. Dan mereka mendengar bunyi menggerutup seolah-olah sendi-sendi pada tubuh baginda yang mulia itu bergeser antara satu sama lain. Sayidina Umar yang tidak tahan melihat keadaan baginda itu langsung bertanya setelah selesai bersembahyang :

“Ya Rasulullah, kami melihat seolah-olah tuan menanggung penderitaan yang amat berat, tuan sakitkah ya Rasulullah?”

“Tidak, ya Umar. Alhamdulillah, aku sehat dan segar”
“Ya Rasulullah… mengapa setiap kali tuan menggerakkan tubuh,
kami mendengar seolah-olah sendi bergesekan di tubuh tuan?
Kami yakin engkau sedang sakit…”
desak Umar penuh cemas.

Akhirnya Rasulullah mengangkat jubahnya. Para sahabat amat terkejut. Perut baginda yang kempis, kelihatan dililiti sehelai kain yang berisi batu kerikil, buat menahan rasa lapar. Batu-batu kecil itulah yang menimbulkan bunyi-bunyi halus setiap kali bergeraknya tubuh baginda.

“Ya Rasulullah! Adakah bila tuan menyatakan lapar dan tidak punya makanan, kami tidak akan mendapatkannya buat tuan?”

Lalu baginda menjawab dengan lembut, ”Tidak para sahabatku. Aku tahu, apa pun akan engkau korbankan demi Rasulmu. Tetapi apakah akan aku jawab di hadapan ALLAH nanti, apabila aku sebagai pemimpin, menjadi beban kepada umatnya?” “Biarlah kelaparan ini sebagai hadiah ALLAH buatku, agar umatku kelak tidak ada yang kelaparan di dunia ini lebih-lebih lagi tiada yang kelaparan di Akhirat kelak.”

Baginda pernah tanpa rasa canggung sedikitpun makan di sebelah seorang tua yang penuh kudis, miskin dan kotor.
Hanya diam dan bersabar bila kain rida’nya direntap dengan kasar oleh seorang Arab Badwi hingga berbekas merah di lehernya.

Dan dengan penuh rasa kehambaan baginda membasuh tempat yang dikencingi si Badwi di dalam masjid sebelum menegur dengan lembut perbuatan itu.

Kecintaannya yang tinggi terhadap ALLAH swt dan rasa kehambaan dalam diri Rasulullah saw menolak sama sekali rasa ketuanan.

Anugerah kemuliaan dari ALLAH tidak dijadikan sebab untuk merasa lebih dari yang lain, ketika di depan umum maupun dalam keseorangan.

Ketika pintu Syurga telah terbuka, seluas-luasnya untuk baginda, baginda masih berdiri di waktu-waktu sepi malam hari, terus-menerus beribadah, hingga pernah baginda terjatuh, lantaran kakinya sudah bengkak-bengkak. Fisiknya sudah tidak mampu menanggung kemahuan jiwanya yang tinggi.

Bila ditanya oleh Sayidatina ‘Aisyah, “Ya Rasulullah, bukankah engkau telah dijamin Syurga? Mengapa engkau masih bersusah payah begini?”

Jawab baginda dengan lunak, “Ya ‘Aisyah, bukankah aku ini hanyalah seorang hamba? Sesungguhnya aku ingin menjadi hamba-Nya yang bersyukur.”

Rasulullah s. a. w. bersabda, “Sampaikan pesanku walau sepotong ayat”



Tidak ada komentar:

Posting Komentar