Kamis, 12 Januari 2012

KEBANGKITAN ISLAM

Kebangkitan Islam berarti kaum Muslimin -setelah terlelap dalam ‘tidur’ yang cukup lama alias (berabad-abad)- kini menghendaki berkuasanya Islam di tengah masyarakat. Ciri era ini adalah harapan untuk kembali ke peradaban Islam dan menghidupkannya, tumbuhnya rasa percaya diri, menolak solusi politik dan sosial yang diimpor dari Barat dan Timur, dan kembali kepada independensi politik Islam. 

Islam akan bangkit tampa kekerasan; jadi kita tak butuh teroris / pem bom bunuh diri

Dari sisi pengaruh yang ditimbulkan, karakteristik ini menempatkan era kebangkitan Islam pada sebuah posisi khas dalam tren politik-sosial dunia. Prestasi besar yang melahirkan kebangkitan islami ini adalah buah dari usaha dan pencerahan para reformis Islam. Gerakan-gerakan islami dan pusat-pusat studi dan pengembangan ajaran Islam di bawah kepemimpinan ulama Muslim serta hauzah ilmiah (pusat studi Islam tradisional semacam pesanteran) di Irak dan Iran adalah motor utama reformasi besar ini.

Tentu saja beberapa faktor seperti kegagalan aliran dan mazhab pemikiran politik dan ekonomi atau pelbagai isme yang ditawarkan dan praktekkan Timur dan Barat dalam mengatasi persoalan sosial, dan terbongkarnya kedok para penguasa dan pengklaim modernisasi–yang merupakan pelaksana konspirasi imprealisme–serta ketidakpercayaan rakyat terhadap kinerja mereka, juga membuat seruan dan himbauan para reformis lebih mudah dipahami dan dicerna. Di samping itu, kesewenang-wenangan para penguasa dan penyalahgunaan kekayaan bangsa oleh mereka demi kepentingan kaum imprealis telah membangkitkan ide kembali kepada naungan politik-sosial Islam sebagai sebuah perubahan yang mendunia dan memicu kemunculan gerakan pembebasan rakyat melawan penguasa yang menjadi boneka dan antek penjajah di dunia Islam.

Kemenangan Revolusi Islam Iran telah meniupkan spirit baru kepada kebangkitan kaum Muslimin dan menjadi teladan gerakan pembebasan kaum tertindas. Oleh karena itu, kehancuran Revolusi Islam Iran adalah satu-satunya cara menghalangi kebangkitan kaum Muslimin, sehingga karena itu kaum imprealis mengerahkan segala daya dan upaya guna mewujudkan tujuan jahat ini. Mulanya, mereka memaksakan perang kepada Iran melalui partai Ba`ath Irak yang dipimpin Saddam dan didukung sepenuhnya oleh pasukan koalisi Barat, dengan tujuan menggulingkan pemerintahan Islam yang baru lahir. Ini adalah sebuah perang tak seimbang, dimana pihak agresor Irak disokong oleh pelbagai bantuan propaganda, logistik, dan media negara adidaya, sementara pihak yang tertindas (Iran) berjuang sendirian mempertahankan keyakinan dan kedaulatan negara mereka dengan fasilitas yang sangat minim dan terbatas. Pada akhirnya, darah jualah yang mengalahkan pedang, seperti yang sudah terbukti selama ini dalam sejarah manusia. Artinya, dalam konfrontasi antara kebenaran dan kebatilan, kemenangan selalu memihak yang pertama.

Meskipun demikian bukan berarti pasca perang Irak-Iran musuh berpangku tangan dan menyerah. Beragam konspirasi musuh untuk menghancurkan tumpuan harapan bangsa-bangsa Muslim terus berlanjut. Para pemimpin kekufuran, Zionisme, dan Kristen yang diikuti semua organisasi dan lembaga internasional bersatu padu mewujudkan tujuan busuk ini. Namun, seperti yang disaksikan semua orang, Revolusi dan pemerintahan rakyat di Iran tetap tegak dan berdiri dengan kokoh dan bahkan lebih kuat daripada masa-masa sebelumnya. Begitu pula halnya dengan gelora kecintaan terhadap Islam dan perjuangan bangsa-bangsa dalam mempertahankan norma-norma ajaran mereka—dengan berlalunya waktu—justru semakin meluas dan mengakar.

Karena itu, kini dunia Islam sedang melalui periode yang amat penting. Sebab, seiring meluasnya kebangkitan Islam di dunia, musuh berusaha menghadangnya dengan beragam cara dan rintangan. Oleh karena itu, upaya memperkenalkan generasi Islam yang tengah bangkit terhadap tantangan dan ancaman ini akan melipatgandakan kewaspadaan dan kemampuan mereka dalam mengantisipasinya.

Substansi Tantangan Islam di Era Kebangkitan

Sebelumnya, perlu kita ketahui bahwa kendati musuh memiliki kelebihan dalam sektor fasilitas dan peralatan perang, propaganda, dan ekonomi, namun dalam perbandingan kekuatan antara front kebenaran dan kebatilan, hari demi hari situasi lebih memihak kepada kebenaran. Sebab, perang ini bukan jenis perang militer, yang kelengkapan fasilitas militer bisa menjadi penentu kemenangan. Ini adalah fakta yang juga disadari pihak musuh. Dalam analisanya terhadap kekuatan baru Islam, Barat mengetahui bahwa pesan yang dahulu membuat bangsa Muslim bak bendungan kuat di hadapan kehendak kaum imprealis, kini telah kembali hidup dalam jiwa kaum Muslimin. Ini adalah pesan yang di zaman Rasulullah saw dahulu telah terbukti mampu memobilisasi rakyat melawan penguasa zalim dan memunculkan revolusi budaya paling sukses sepanjang sejarah umat manusia serta membangun peradaban yang gemilang. 

Sedikit menengok ke belakang, setelah jatuhnya Kekhalifahan Usmani yang membuat Barat berpikir bahwa Islam sudah tamat, pihak musuh telah merasakan kekuatan pesan ini:
Kekalahan pasukan militer Napoleon saat menyerang Mesir, kemenangan rakyat Irak dan pengusiran penjajah Inggris di tahun 1920, digagalkannya konspirasi imprealis Inggris di Iran dalam peristiwa pengharaman tembakau, dibentuknya pemerintahan Islam di Pakistan, kegigihan rakyat Afghanistan dalam mengusir Uni Soviet, dan akhirnya, perjuangan Islam di Palestina dan belahan dunia lain, semua ini adalah tamparan yang dilayangkan “pesan” ini kepada musuh. Dengan demikian, musuh melihat bahwa ia berhadapan dengan suatu pemikiran yang terlahir kembali; pemikiran yang tak bisa dilawan dengan kekuatan militer, yaitu pemikiran tentang kembalinya kekuasaan Islam dalam kehidupan sosial masyarakat.

Melihat realita tersebut, pihak musuh Islam kini memikirkan cara lain untuk menghadapi pemikiran ini. Kendati dalam periode sebelum dan sesudah era kebangkitan, cara mereka tetap bercorak kebudayaan-peradaban, namun dalam era kebangkitan dan pasca gagalnya upaya penghapusan agama, mereka menggantikannya dengan liberalisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan politik dan sosial. Dalam rancangan ini, keimanan dan keberagamaan hanya diposisikan sebagai suatu keyakinan dan ritual ibadah. 

Tapi di sisi lain, manusia mesti dibebaskan dari segala ikatan agama dalam urusan sosial. Dengan demikian, pada paruh pertama, mereka berusaha memisahkan manusia dari keyakinan terhadap Tuhan dan metafisik. Namun dalam paruh kedua, seraya mengakui keberadaan Tuhan, mereka menekankan pemisahan agama (baca: Islam) dari ranah sosial dan politik manusia. Oleh karena itu, Barat memulai perlawanan terhadap pemikiran politik Islam dan penyebarannya. Sebab, perhatian bangsa-bangsa dunia kepada pesan pembebasan Islam dan pengaruh positifnya bagi mereka adalah bahaya besar yang mengancam eksistensi kaum imprealis. Tak seperti dahulu ketika musuh melawan Islam di tanah kaum Muslimin sendiri, sekarang mereka mesti mengerahkan usaha untuk membendung masuknya Islam ke sarang mereka. 

Larangan masuk sekolah terhadap pelajar wanita Muslimah berjilbab di sebagian negara besar Eropa, adalah salah satu contoh nyata dari realita ini.
Dengan memperhatikan penjelasan di atas, perlawanan Barat terhadap gelombang kebangkitan Islam di dunia bisa dirangkum dalam tiga pilar yang semuanya bercorak kebudayaan-peradaban.

a. Di tengah masyarakat Islam:

1. Menolak efektivitas dan komprehensifitas Islam dalam mengatur kehidupan manusia masa kini.
2. Menghembuskan pemikiran tentang kontradiksi antara hukum-hukum sosial Islam dan modernisme.
3. Menyebar keraguan tentang sebagian hukum permanen Islam dan menyebutnya sebagai hukum yang bersifat periodik, seperti hukum waris, hijab, undang-undang pidana Islam, dan lain sebagainya.
4. Menolak peran ulama sebagai rujukan agama.
5. Menolak ijtihad dan spesialisasi dalam hukum-hukum Islam.
6. Menyuarakan kebebasan mutlak.
7. Menciptakan keraguan dalam keyakinan agama generasi muda terkait prinsip epistemologi Islam.
8. Menyebarkan paham-paham Barat dan mengaitkannya dengan prinsip epistemologi Islam, seperti pluralisme, wacana hermenetik, menolak validitas Al-Quran serta hadis dan lain sebagainya.
9. Melawan prinsip dan norma etika di tengah masyarakat Islam, dengan cara menyebarkan kesepakatan internasional terkait isu HAM, emansipasi wanita, kebebasan, dan lainnya, kemudian memaksa negara-negara Islam untuk menaatinya.

b. Di tingkat dunia:

1. Merusak citra Islam dan menyebut Al-Quran sebagai sumber kekerasan (dengan cara membentuk kelompok-kelompok teroris, seperti Al-Qaeda guna memburamkan ajaran Islam).
2. Memprovokasi para pengikut agama lain, khususnya Kristen, untuk memusuhi dan membenci kaum Muslimin.
3. Meragukan Islam sebagai agama samawi.
4. Membentuk beragam seminar dan mendirikan pusat penelitian untuk mencari kelemahan Islam.

c. Memudarkan kekuatan potensial negara-negara Islam:

1. Menciptakan pertikaian antar suku dan mazhab di dalam negara Muslim.
2. Menciptakan dan memperkeruh berbagai krisis dan sengketa politik dalam negara Islam melalui orang-orang bayaran.
3. Mendidik teroris dan berusaha mengacaukan stabilitas masyarakat Muslim.
4. Memecah belah negara-negara Muslim guna mencegah persatuan mereka dalam mengambil sikap di organisasi-organisasi internasional.
5. Melemahkan kekuatan ekonomi negara-negara Muslim dan memerah kekayaan sumber alam mereka demi mencegah kemajuan masyarakat Muslim, dengan cara:
5.1. Menciptakan musuh imajiner, sehingga memaksa negara-negara ini membeli senjata dengan anggaran besar.
5.2. Menjebak negara-negara ini dengan persoalan internal dan tanggungan biaya besar untuk mengontrol situasi dalam negeri.
5.3. Menciptakan krisis guna mencegah perkembangan ekonomi negara-negara Islam.
6. Melemahkan rasa percaya diri bangsa-bangsa Muslim dan menyebarkan keputusasaan di tengah mereka demi melemahkan semangat perjuangan dan memupus harapan terhadap kemerdekaan serta kemandirian.

sumber : 
http://www.taqrib.info/indonesia/index.php?option=com_content&view=article&id=133:era-kebangkitan-islam&catid=36:jahane-eslam&Itemid=143

Tidak ada komentar:

Posting Komentar