Senantiasa tiada jemu kita haturkan sholawat sereta salam kehadlirat Rosulullah Saw,
Allah SWT berfirman:
Shalawat dari Allah berarti rahmat. Bila shalawat itu dari Malaikat atau manusia maka yang dimaksud adalah doa.
Sementara salam adalah keselamatan dari marabahaya dan kekurangan.
Tidak ada keraguan bahwa membaca shalawat dan salam adalah bagian dari pernghormatan (tahiyyah), maka ketika kita diperintah oleh Allah untuk membaca shalawat -yang artinya mendoakan Nabi Muhammad- maka wajib atas Nabi Muhammad melakukan hal yang sama yaitu mendoakan kepada orang yang membaca shalawat kepadanya. Karena hal ini merupakan ketetapan dari ayat:
Doa dari Nabi inilah yang dinamakan dengan syafaat. Semua ulama telah sepakat bahwa doa nabi itu tidak akan ditolak oleh Allah. Maka tentunya Allah akan menerima Syafaat beliau kepada setiap orang yang membaca shalawat kepadanya.
Banyak sekali hadits yang menjelaskan keutamaan membaca shalawat kepada Nabi. Diantaranya:
Barangsiapa berdoa (menulis) shalawat kepadaku dalam sebuah buku maka para malaikat selalu memohonkan ampun kepada Allah pada orang itu selama namaku masih tertulis dalam buku itu.
Para ulama sepakat (ittifaq) diperbolehkannya menambahkan lafadz 'sayyidina' yang artinya tuan kita, sebelum lafadz Muhammad. Namun mengenai yang lebih afdhol antara menambahkan lafadz sayyidina dan tidak menambahkannya para ulama berbeda pendapat.
Syeikh Ibrahim Al-Bajuri dan Syeik Ibnu Abdis Salam lebih memilih bahwa menambahkan lafadz sayyidina itu hukumnya lebih utama, dan beliau menyebutkan bagian ini melakukan adab atau etika kepada Nabi. Beliau berpijak bahwa melakukan adab itu hukumnya lebih utama dari pada melakukan perintah (muruatul adab afdholu minal imtitsal) dan ada dua hadits yang menguatkan ini.
Yaitu hadits yang menceritakan sahabat Abu Bakar ketika diperintah oleh Rasulullah mengganti tempatnya menjadi imam shalat subuh, dan ia tidak mematuhinya. Abu bakar berkata:
Tidak sepantasnya bagi Abu Quhafah (nama lain dari Abu Bakar) untuk maju di depan Rasulullah.
Yang kedua, yaitu hadits yang menceritakan bahwa sahabat Ali tidak mau menghapus nama Rasulullah dari lembara Perjanjian Hudaibiyah. Setelah hal itu diperintahkan Nabi, Ali berkata
Saya tidak akan menghapus namamu selamanya.
Kedua hadits ini disebutkan dalam kitab Shahih Bukhori dan Muslim.Taqrir (penetapan) yang dilakukan oleh Nabi pada ketidakpatuhan sahabat Abu Bakar dan ali yang dilakukan karena melakukan adab dan tatakrama ini menunjukkan atas keunggulan hal itu.
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ رَسُوْلِ اللهِ
Shalawat dan salam semoga
tetap tercurahkan kepada Sayyidina Muhammad RasulullahAllah SWT berfirman:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى
النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا
تَسْلِيما
Sesungguhnya Allah dan Malaikat-Nya
bershalawat kepada Nabi. Wahai orang-orang yang beriman bershalawat salamlah
kepadanya. (QS Al-Ahzab 33: 56)Shalawat dari Allah berarti rahmat. Bila shalawat itu dari Malaikat atau manusia maka yang dimaksud adalah doa.
Sementara salam adalah keselamatan dari marabahaya dan kekurangan.
Tidak ada keraguan bahwa membaca shalawat dan salam adalah bagian dari pernghormatan (tahiyyah), maka ketika kita diperintah oleh Allah untuk membaca shalawat -yang artinya mendoakan Nabi Muhammad- maka wajib atas Nabi Muhammad melakukan hal yang sama yaitu mendoakan kepada orang yang membaca shalawat kepadanya. Karena hal ini merupakan ketetapan dari ayat:
فَحَيُّواْ بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ
رُدُّوهَا
Maka lakukanlah penghormatan dengan
penghormatan yang lebih baik atau kembalikanlah penghormatan itu. (QS. An
Nisa’: 86)Doa dari Nabi inilah yang dinamakan dengan syafaat. Semua ulama telah sepakat bahwa doa nabi itu tidak akan ditolak oleh Allah. Maka tentunya Allah akan menerima Syafaat beliau kepada setiap orang yang membaca shalawat kepadanya.
Banyak sekali hadits yang menjelaskan keutamaan membaca shalawat kepada Nabi. Diantaranya:
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ فِي كِتَابٍ لَمْ تَزَلِ
الْمَلَائِكَةُ تَسْنَغْفِرُ لَهُ مَا دَامَ اسْمِي فِي ذَلِكَ
الْكِتَابِ
Barangsiapa berdoa (menulis) shalawat kepadaku dalam sebuah buku maka para malaikat selalu memohonkan ampun kepada Allah pada orang itu selama namaku masih tertulis dalam buku itu.
مَنْ سَرَّهُ أنْ يُلْقِى اللهَ وَهُوَ عَلَيْهِ
رَاضٍ فَلْيُكْثِرْ مِنَ الصَّلَاةِ عَلَيَّ
Barangsiapa
yang ingin merasa bahagia ketika berjumpa dengan Allah dan Allah ridlo
kepadanya, maka hendaknya ia banyak membaca shalawat kepadaku
(Nabi).
مَا أكْثَرَ مِنَ الصَّلَاةِ عَلَيَّ فِيْ حَيَاتِهِ
أَمَرَ اللهُ جَمِيْعَ مَخْلُوْقَاتِهِ أنْ يَسْتَغْقِرُوا لَهُ بَعْدَ
مَوْتِهِ
Barangsipa membaca shalawat kepadaku di waktu
hidupnya maka Allah memerintahkan semua makhluk-Nya memohonkan maaf kepadanya
setelah wafatnya.
مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ ثُمَّ تَقًرَّقُوْا مِنْ
غَيْرِ ذِكْرِ اللهِ وَصَلَاةٍ عَلَى النَّبِيِّ إلَّا قَامُوْا عَنْ أنْتَنَ مِنْ
حِيْفَةٍ
Mereka yang berkumpul (di suatu majlis) lalu
berpisah dengan tanpa dzikir kepada Allah dan membaca shalawat kepada nabi, maka
mereka seperti membawa sesuatu yang lebih buruk dari bangkai.Para ulama sepakat (ittifaq) diperbolehkannya menambahkan lafadz 'sayyidina' yang artinya tuan kita, sebelum lafadz Muhammad. Namun mengenai yang lebih afdhol antara menambahkan lafadz sayyidina dan tidak menambahkannya para ulama berbeda pendapat.
Syeikh Ibrahim Al-Bajuri dan Syeik Ibnu Abdis Salam lebih memilih bahwa menambahkan lafadz sayyidina itu hukumnya lebih utama, dan beliau menyebutkan bagian ini melakukan adab atau etika kepada Nabi. Beliau berpijak bahwa melakukan adab itu hukumnya lebih utama dari pada melakukan perintah (muruatul adab afdholu minal imtitsal) dan ada dua hadits yang menguatkan ini.
Yaitu hadits yang menceritakan sahabat Abu Bakar ketika diperintah oleh Rasulullah mengganti tempatnya menjadi imam shalat subuh, dan ia tidak mematuhinya. Abu bakar berkata:
مَا كَانَ لِابْنِ أَبِيْ قُحَافَةَ أَنْ
يَتَقَدَّمَ بَيْنَ يَدَيْ رَسُوْلِ اللهِ
Tidak sepantasnya bagi Abu Quhafah (nama lain dari Abu Bakar) untuk maju di depan Rasulullah.
Yang kedua, yaitu hadits yang menceritakan bahwa sahabat Ali tidak mau menghapus nama Rasulullah dari lembara Perjanjian Hudaibiyah. Setelah hal itu diperintahkan Nabi, Ali berkata
لَا أمْحُو إسْمَكَ
أَبَدُا
Saya tidak akan menghapus namamu selamanya.
Kedua hadits ini disebutkan dalam kitab Shahih Bukhori dan Muslim.Taqrir (penetapan) yang dilakukan oleh Nabi pada ketidakpatuhan sahabat Abu Bakar dan ali yang dilakukan karena melakukan adab dan tatakrama ini menunjukkan atas keunggulan hal itu.
KH Abd. Nashir Fattah
Rais Syuriah PCNU Jombang
Dihimpun oleh Sholehuddin SH dari pengajian Kitab Qurratul Ain Bimuhimmatid Din di masjid baiturrahman Jlopo Tebel Bareng yang diikuti oleh Pengurus MWCNU dan Ansor Kecamatan Bareng
Rais Syuriah PCNU Jombang
Dihimpun oleh Sholehuddin SH dari pengajian Kitab Qurratul Ain Bimuhimmatid Din di masjid baiturrahman Jlopo Tebel Bareng yang diikuti oleh Pengurus MWCNU dan Ansor Kecamatan Bareng
Tidak ada komentar:
Posting Komentar